Senin, 21 Januari 2013

Tinjauan Pustaka


BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menganalisis teks yang diberikan oleh dosen dan teks bebas yang disiapkan sendiri untuk melengkapi soal ujian, penulis menggunakan model pengelompokan variasi bahasa berdasarkan Chaer (2010). Chaer mengelompokkan variasi bahasa berdasarkan (a) segi penutur, (b) Segi Pemakaian, (c) segi keformalan, dan (d) segi Sarana. Dalam tinjauan pustaka ini, penulis akan menjabarkan variasi bahasa berdasarkan buku Chaer tersebut, dan akan memfokuskan pada variasi bahasa dari segi penutur untuk menganalisis teks. A. Variasi Bahasa 1. Variasi dari Segi Penutur Pertama, idiolek, merupakan variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang mempunyai idiolek masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dsb. Yang paling dominan adalah warna suara, kita dapat mengenali suara seseorang yang kita kenal hanya dengan mendengar suara tersebut Idiolek melalui karya tulis pun juga bisa, tetapi disini membedakannya agak sulit. Kedua, dialek, yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada di suatu tempat atau area tertentu. Bidang studi yang mempelajari tentang variasi bahasa ini adalah dialektologi. Ketiga, kronolek atau dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu. Sebagai contoh, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, lima puluhan, ataupun saat ini. Keempat, sosiolek atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik variasi inilah yang menyangkut semua masalah pribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, pekerjaan, seks, dsb. Sehubungan dengan variasi bahasa yang berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya disenut dengan prokem. 2. Variasi dari Segi Pemakaian Variasi bahasa berkenaan dengan penggunanya, pemakainya atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra, jurnalistik, pertanian, militer, pelayaran, pendidikan, dan sebagainya dalam hubungan pelajaran sosiolinguistik. 3. Variasi dari Segi Keformalan. Menurut Martin Joos, variasi bahasa dibagi menjadi lima macam gaya (ragam), yaitu ragam beku (frozen); ragam resmi (formal); ragam usaha (konsultatif); ragam santai (casual); ragam akrab (intimate). Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam situasi khidmat dan upacara resmi. Misalnya, dalam khotbah, undang-undang, akte notaris, sumpah, dsb. Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, ceramah, buku pelajaran, dsb. Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, ataupun pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal atau santai. Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dangan keluarga atau teman pada waktu beristirahat, berolahraga, berekreasi, dsb. Ragam ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk ujaran yang dipendekkan. Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau teman karib. Ragam ini menggunakan bahasa yang tidak lengkap dengan artikulasi yang tidak jelas. 4. Variasi dari Segi Sarana Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulis atau juga ragam dalam berbahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya bertelepon atau bertelegraf. B. Komponen dalam Peristiwa Tutur (Hymes) Dalam Peristiwa Tutur, Hymes mensyaratkan delapan komponen yang harus ada. Jika huruf huruf pertamanya dirangkaikan, akan menjadi akronom SPEAKING. Berikut ini uraiannya. S ( setting and scene) atau latar dimana bahasa itu digunakan. Latar ada dua macam yaitu setting atau latar fisik dan scene atau latar psikologi. Latar fisik meliputi latar tempat, waktu berlangsungnya tindak tutur. Sedangkan latar psikologi adalah situasi pada saat tindak tutur berlangsung. Latar psikologis bisa berubah dari formal menjadi informal atau dari serius menjadi santai. Orang yang sedang berbicara di kelas berarti harus menyesuaikan bahasanya dengan latar kelas, waktu dan situai di kelas. P (participant) atau penutur atau pengirim dan petutur atau penerima yang turut ambil bagian dalam komunikasi. Participan berperan penting dalam menentukan tuturan yang harus digunakan. Participan biasanya dibedakan atas dasar jenis kelamin pria atau wanita, usia, status sosial, kedekatan sosial Seorang pria biasanya akan lebih keras jika berbicara dengan sesama pria, namun akan lebihlembut tuturannya jika berbicara dengan wanita. Hal itu karena mereka mempertimbangkan bahwa wanita mempunyai cara berbicara yang lebih lembut daripada pria. E (end) meliputi fungsi dan hasil. Fungsi dapat diartikan sebagai situasi dimana tuturan dianggap penting (fungsi transaksional) dan memperkuat atau menjalin hubungan interpersonal (fungsi interaksional). Sedangkan hasil merupakan efek dari tuturan terhadap petutur atau penerima. Situasi yang terjadi di pengadilan tujuannya adalah untuk menyelesaikan suatu perkara. Namun, para participan di dalam sidang mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, sementara pembela berusaha membuktikan terdakwa tidak bersalah, dan hakim berusaha memberikan putusan yang adil. Mereka menggunakan bahasa yang berbeda agar tujuannya tercapai. A ( act sequence) merupakan bentuk dan isi tuturan. bentuk dan isi tuturan adalah pusat suatu tindak tutur dan merupakan fokus dari struktur sintaktisnya. Bentuk tuturan adalah bagaimana sesuatu diucapkan. Isi tuturan meliputi hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Participan dituntut untuk tahu tentang apa yang sedang dibicarakan, bagaimana perubahan pembicaraan, dan mengatur pembicaraan. Yang membedakan bentuk dan isi tuturan dapat dilihat dari pernyataan “dia berdoa, dia berkata” dengan kalimat “dia berdoa agar dia baik-baik saja”. K (Key) adalah intonasi, sikap, dan semangat saat mengucapkan tuturan. beberapa hal ini dapat membedakan tuturan yang serius, formal atau berkelakar. Hal ini juga bisa ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. I (instrument) adalah jalur bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Instrumen bisa berupa komunikasi langsung, tertulis, surat. Instrument juga bisa berarti kode yang digunakan dalam berkomunikasi seperti dialek ragam, register dan bahasa. N (Norm) adalah norma yang mendasari suatu interaksi dan intrepetasi. Norma adalah perilaku dan kesantunan yang tidak bisa dibatasi dan seseorang bebas untuk melakukannya. Misalnya saja berhubungan dengan cara bertanya, menyanggah dan memberi masukan ide dalam suatu diskusi. G (Genre) mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti puisi, peribahasa, doa, narasi, teka-teki dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar